analisis puisi yang fana adalah waktu
Tujuanpenelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kohesi gramatikal dan kohesi leksikal pada wacana puisi. Objek penelitian ini adalah kohesi gramatikal dan leksikal dalam kumpulan puisi “Lagu Cinta Para Pendosa” karya Zaim Rafiqi. Data penelitian ini berupa larik atau baris puisi yang terdapat kohesi gramatikal dan leksikal Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan
Pilotjuga mengalami hal yang sama ketika ruang dan waktu membawanya kembali ke perang Jerman selama perang dunia II. Tetapi dalam semenit kemudian ia kembali ke kenyataan. Benarkah?! Jika teori kembali ke masa lalu itu terjadi dalam sitem waktu di alam fana dalam sistem waktu kita, tentu saja akan mustahil.
TeknoPedagogi Vol. 1 No. 1 Maret 2011 : 25-32 ISSN 2088-205X PENGEMBANGAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PEMBELAJARAN MENULIS KREATIF PUISI Sofyan1*, Mujiyono Wiryotinoyo2, Sudaryono2 1 SMA Negeri 2 Jambi, 2Universitas Jambi ABSTRACT This article is based on a developmental research which is aimed at constructing audio- visual media to
Berikutjawaban yang paling benar dari pertanyaan: Bacalah puisi berikut dengan saksama!YANG FANA ADALAH WAKTU Sapardi Djoko Damono Yang Fana adalah waktu.Kita abadi:Memungut detik demi detik, merangkainya Seperti bunga Sampai pada suatu hari.Kita lupa untuk apa “tapi,Yang fana adalah waktu, bukan”Tanyamu kita abadi.Makna yang sesuai dengan
yangmekar di bawah perut. Jika kamu sudah puas mengetahuinya. maka silakan cicipilah dengan segera. lewat robek tanganmu mengalirlah. darah manggis merah. di tempat itu ada keluarga. yang menunggu buaianmu satu adalah ibu. satu adalah ayah selebihnya adalah kau. dan segenap saudara-saudaramu.
Bayi Tidak Mau Menyusu. Apa itu puisi? Puisi adalah karya sastra yang memiliki aspek dan unsur yang membangun puisi. Pradopo 201013 mengatakan bahwa puisi sebagai karya sastra seni puitis, kata puitis sudah mengandung nilai keindahan yang khusus untuk puisi. Sifat puitis dari karya sastra puisi terletak pada pemunculan ketegangan-ketegangan dalam karya sastra. Kepuitisan itu dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual tipografi, susunan bait; dengan bunyi; persajakan, asonansi, alitrasi, kiasan bunyi, lambing rasa orchestra; dengan diksi. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai kritik yang ingin disampaikan dalam puisi “Yang Fana Adalah Waktu” karya Sapardi Djoko Damono. Beliau merupakan seorang pujangga Indonesia terkemuka, yang dikenal lewat berbagai puisi-puisinya, yang menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa di antaranya sangat popular. Penyair yang tersohor namanya di dalam maupun di luar negeri ini juga sempat mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia juga pernah menjadi dekan di sana dan juga menjadi guru besar serta menjadi redaktur pada majalah Horison, Basis, dan Kalam. Iklan Puisi “Yang Fana Adalah Waktu” ini dibuat pada tahun 1978. Dikutip dari buku antologi sajak Hujan Bulan Juni, berikut isi puisinya Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Makna berupa kritik kepada manusia terlihat jelas dalam karya Sapardi kali ini. Dalam puisi ini Sapardi sengaja membuat puisi dengan pemahaman yang sarkatik dengan cara membalikkan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk yang fana sedangkan waktu adalah sesuatu yang abadi. Sapardi ingin mengingatkan kepada manusia bahwa waktu terus berjalan dan seiring berjalannya waktu maka, manusia akan bertambah tua dan manusia sering kali telat menyadari bahwa mereka tidak menggunakan waktu mereka dengan baik. Pada bait pertama larik dua, tiga dan empat “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa”. Memliki makna bahwa manusia terus-menerus mengejar hal yang tidak penting atau mengejar kesenangan yang instan sampai pada suatu hari mereka sadar bahwa apa yang mereka kejar tidak bermaanfaat bagi dirinya maupun orang lain. Kesimpulannya Sapardi ingin memberitahukan kritik kepada manusia serta mengingatkan manusia agar selalu melakukan hal yang bermanfaat, jangan pernah membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting karena sebenarnya yang fana adalah manusia sedangkan waktu akan selalu abadi. Sumber Krismastuti, Fembriana. 2020. “Analisis Semiotik Terhadap Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono. Skripsi. Klaten Universitas Widya Dharma Ikuti tulisan menarik Izza Zahraniah lainnya di sini.
Data-data mengenai Analisis Puisi Yang Fana Adalah Waktu. Analisi Puisi Kucing By Bonifacius Boni On Prezi Analisis Puisi Sajak Desember Puisi Sapardi Djoko Damono Pdf Pembacaan Heuristik Dan Hermeneutik Puisi Indonesia Modern Quote By Sapardi Djoko Damono Yang Fana Adalah Waktu Yang Fana Analisis Puisi Sajak Desember Yang Fana Adalah Waktu Kita Abadi Puisi Sapardi Djoko Damono Puisi Sapardi Djoko Damono Sapardi Dan Upaya Menuju Abadi Kompasid Yang Fana Adalah Waktu Nyasar Abadi Oleh Juli Prasetya Kompasianacom Analisis Puisi Jilid 2 Teaser Video Yang Fana Adalah Waktu Kita Abadi Time Is Transient analisis puisi yang fana adalah waktu Pengertian puisi adalah suatu karya sastra tertulis dimana isinya merupakan ungkapan perasaan seorang penyair dengan menggunakan bahasa yang bermakna semantis serta mengandung irama, rima, dan ritma dalam penyusunan larik dan baitnya. Beberapa ahli modern mendefinisikan puisi sebagai perwujudan imajinasi, curahan hati, dari seorang penyair yang mengajak orang lain ke dunianya’. Meskipun bentuknya singkat dan padat, umumnya orang lain kesulitan untuk menjelaskan makna puisi yang disampaikan dari setiap baitnya. Itulah informasi tentang analisis puisi yang fana adalah waktu yang dapat admin kumpulkan. Admin blog KT Puisi 2019 juga mengumpulkan gambar-gambar lainnya terkait analisis puisi yang fana adalah waktu dibawah ini. Bahasa Indonesia Smk Puisi Yang Fana Adalah Waktu Karya Sapardi Diksi Dalam Kumpulan Puisi Karya Sapardi Djoko Damono Tinjauan Pdf Sastra Arab Dan Disabilitas Pendekatan Ekspresif Terhadap Analisis Semiotik Makna Salat Dalam Puisi Ketika Engkau Analisis Puisi Jilid 2 Yang Fana Adalah Waktu Suara Kebebasan Yang Fana Adalah Waktu Nice Words Puisi Sajak Dan Kutipan Analisis Semiotik Makna Salat Dalam Puisi Ketika Engkau Analisis Puisi Bapak Baptisku Karya Paulus Bong Belajar Analisis Puisi Sajak Desember Itulah yang admin bisa dapat mengenai analisis puisi yang fana adalah waktu. Terima kasih telah berkunjung ke blog KT Puisi 2019.
YANG FANA ADALAH WAKTU- SAPARDI DJOKO DAMONO Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa. “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi. Perahu Kertas, Kumpulan Sajak, 1982 Analisis Puisi A. UNSUR FISIK PUISI 1. Diksi Diksi atau pilihan kata yang digunakan pada puisi Yang Fana adalah Waktu adalah penggunaan kata konkrit. Kosa kata yang digunakan ialah kosa kata keseharian yang sudah ada dan tidak mmunculkan makna yang baru 2. Imaji Pada bait “memungut detik demi detik,merangkainya seperti bunga”, memunculkan imaji visualisasi. Bait tersebut membuaut pembaca seolah melihat secara langsung bagaimana detik waktu dipungut dan dirangkai seperti sebuah rangkaian bunga. 3. Rima Pada setiap akhir sajak diakhiri oleh bunyi vokal i, u, a, sebagai bunyi yang lembut. Maka membuat puisi ini tergolong puisi kamar. Memiliki jenis rima berpeluk. 4. Tipografi Penulisan menggunakan rata kiri seperti gaya penulisan pada umumnya. 5. Gaya bahasa a “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga”, merupakan majas simbolik. Detik yang dipungut dan dirangkai seperti bunga sebagai simbol dari waktu-waktu sepanjang hidup hingga membentuk sebuah rangkaian kehidupan yang telah kita lalui. b “kita abadi”, merupakan majas totem pro parte yang mengungkapkan kita sebagai keseluruhan objek, padahal yang di maksud adalah jiwa. c “detik demi detik”, sebagai majas aliterasi yang mengulang konsonan D di awal setiap kata secara berurutan. d “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi, penggunaan majas asindetrton. Bait kita abadi diungkapkan tanpa menggunkan kata penghubung dari bait sebelumnya. e “Yang fana adalah waktu. Kita abadi”, merupakan sebuah ungkapan paradoks. 6. Kata konkrit a Fana, melambangkan sesuatu yang bersifat sementara dan tidak bersifat kekal. Pada puisi yang dimaksud ialah waktu. b Abadi, pilihan kata yang mewakili sesuatu yang bersifat kekal dan selamanya. c Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga, pada bait ini dapat dibayangkan oleh pembaca melalui imaji. Tentang waktu yang telah kita lalui, seolah dapat dirangkai menjadi sebuah skenario kehidupan yang telah kita jalani selama ini. B. UNSUR BATIN PUISI 1. Tema Puisi Yang Fana adalah Waktu memiliki membawa tema ketuhanan. Setiap bait yang diungkapkan berkaitan dengan eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan. 2. Rasa Pokok permasalahan yang diangkat oleh pengarang ialah tentang kehidupan manusia yang tak selamanya abadi. Tapi sesungguhnya yang abadi adalah jiwa-jiwa manusia itu sendiri. 3. Nada Penyair menyampaikan tema dan rasa dengan cara menceritakan sebuah kejadian yang telah lalu. Selain itu, melalui bait pertama pengarang menyampaikan sebuah pernyataan. Pengarang menyerahkan begitu saja kepada pembaca untuk mencari makna tersurat dari bait puisinya. 4. Amanat Amanat yang terkadung dalam puisi ini disampaikan pengarang secara tersirat atau secara tidak langsung. Pembaca dibebaskan untuk mencari dan menginterpretasikan sendiri. Berdasarkan tema dan rasa yang telah disampaikan, puisi ini memberi pesan tentang kehidupan manusia di dunia. Secara eksplisit kita paham bahwa semua manusia kelak akan meninggal, sementara waktu terus berjalan. Tetapi, sesungguhnya yang abadi itu bukanlah waktu, melainkan jiwa manusia itu sendiri. Jiwa yang akan menempuh kehiudupan setelah kehidupan di dunia. Pada kehiupan inilah manusia akan hidup kekal dan abadi selamanya. Berikut dalil yang juga menjelaskan hal ini يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ Artinya Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal Al-Mu’min, ayat39 Tafsir Ayat Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kenikmatan sesaat bagi manusia, kemudian setelah itu terputus habis, maka janganlah kalian condong kepadanya. Sesungguhnya alam akhirat dengan segala kenikmatannya yang langgeng adalah tempat tinggal di mana kalian akan menetap selamanya di sana. Maka hendaklah kalian mendahulukannya dan beramal untuknya dengan amal-amal shalih yang membuat kalian berbahagia di sana.
“Yang fana adalah waktu, kita abadi” Apakah “kita” benar-benar kita sebagai manusia?Puisi “Yang Fana adalah Waktu” adalah puisi dari goresan tangan Eyang Sapardi Djoko Damono yang bertengger di antara 101 puisi lainnya di dalam buku antologi sajak Hujan Bulan Juni. Buku dengan sampul bercorak daun kering kekuningan dengan latar belakang rintik hujan ini seakan mempunyai daya pikat puisi "Yang Fana adalah Waktu" karya Sapardi Djoko Damono. Diabadikan menggunakan ponsel dalam puisi “Yang Fana adalah Waktu”, Eyang Sapardi berusaha untuk mengingatkan manusia akan betapa pentingnya waktu yang kita miliki di dunia. Kesempatan dari Tuhan untuk hidup dengan menikmati segala ciptaan-Nya jangan dibuang samping itu, Eyang Sapardi juga berusaha menggiring pembacanya untuk terus melahirkan sesuatu dari si “kita” yang tertera di larik puisinya. Si “kita” harus terus dilahirkan, kemudian dirangkai menjadi sesuatu yang memiliki manfaat untuk membeli buku antologi versi hardcover. Dibeli tahun 2018 di Gramedia yang cukup jauh dari rumah. Perlu kendaraan roda dua dengan durasi 40 menit untuk sampai ke dari 7 baris dengan dialog singkat di dalamnya. Puisi “Yang Fana adalah Waktu” mungkin akan menimbulkan banyak perspektif dari tiap pembaca. Salah satunya saya yang akan mencoba menyampaikan makna dari perspektif yang saya punya. Tentu, semua pembaca dapat berpendapat. Termasuk kamu. Isi kepala orang tidak akan buku antologi sepilihan sajak Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono. Diabadikan menggunakan ponsel Sapardi memang tidak pernah gagal membuat saya tidak duduk tenang menikmati karyanya. Sewaktu membaca puisi-puisi miliknya, otak yang semula hanya ingin menikmati, mendadak ingin berpikir dua dari baris pertama “Yang fana adalah waktu. Kita abadi” Saat pertama kali membacanya, saya langsung terfokus pada kata “kita”. Siapa yang dimaksud “kita”? Manusia? Benda? Atau objek apa?Kemudian, saya berspekulasi bahwa kata “kita” di sana ialah ide. Ide lahir dari kepekaan rasa. Ide membuat seseorang terus hidup dan bermakna. Dia abadi. Saat pemiliknya sudah tiada, ide-ide yang lahir tetap akan tinggal dan berkelana sedangkan waktu, sifatnya fana. Dia akan berakhir entah kapan ke baris kedua “memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga”. Larik dalam baris ini benar-benar membius ketika saya membacanya. Penyusunan kata demi kata sangat tertata dengan apik. Saya berpikir bahwa Eyang Sapardi di dalam baris tersebut ingin mengajak kita sebagai manusia untuk terus berkreativitas, menciptakan karya-karya keren, dan bermanfaat bagi manusia lain. Hidup di dunia tiada guna kalau tidak menciptakan apa-apa dan bermanfaat positif untuk orang dalam baris itu juga dipertegas bila tiap detik dari yang kita miliki harus dimanfaatkan dengan baik. Harus diambil dan mencari banyak peluang sehingga dapat mencipta sesuatu yang bermanfaat, seperti saat kita merangkai suatu bunga. Indah. Banyak orang yang ke baris ketiga dan keempat “Sampai pada suatu hari, kita lupa untuk apa”. Lagi-lagi, bola mata saya tidak bisa diam. Melirik-lirik baris sebelumnya sambil berpikir keras makna dari puisi ini apa sebenarnya. Namun, yang ada di isi kepala saya hanya, “Oh, kedua baris ini bermaksud bahwa ide yang kita gagas sampai lupa, dahulu dibuat pemiliknya untuk apa dan mengapa dilahirkan”.Ide memang bisa muncul dari perilaku-perilaku dan hal-hal sepele dalam gejala kehidupan sehari-hari, bukan? Ada yang saat menggoreng telur mata sapi, bermimpi untuk memiliki ternak ayam di kampung halaman. Ada yang saat menangis di pukul sebelas malam, terpikir untuk membuat buku novel tebal dengan alur cerita romance dengan akhir mengenaskan. Iya, biar sama seperti ide. Tidak bisa direncanakan kapan lahirnya. Besok atau sekarang, lusa atau pekan depan, bisa saja tiba-tiba baris kelima hingga terakhir –baris ketujuh— berbunyi “Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?" tanyamu. "Kita abadi". Saat membaca baris kelima hingga ketujuh ini, rasanya, saya langsung, “Wah, apa lagi ini?”. Di pikiran saya, Eyang Sapardi seakan kembali mempertegas akan waktu yang sifatnya sementara dan tidak akan pada kata “fana” yang kalau dilihat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mempunyai arti “dapat rusak”, “hilang”, “mati”, “tidak kekal”. Dengan halus, SDD –Sapardi Djoko Damono—kembali mengingatkan bahwa waktu sifatnya tidak pernah lama. Dia akan musnah. Dia akan pendapatmu, "kita" di sana bermakna apa?
Dokumentasi oleh Fauziah RamadhaniSiapa yang tak pernah membaca puisi?Kata puisi terdengar sangat akrab di kehidupan sehari-hari, terlebih lagi jika kamu adalah orang yang senang menggauli karya sastra. Bagi yang senang membaca puisi pasti akan dibuat terkagum-kagum dengan deretan kata-kata indah dengan syair penuh makna dari goresan pena sang pengarang. Tapi tahukah kalian apa itu puisi?Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menyatukan kata dalam bahasa untuk menghidupkan imajinasi, ingatan kesan dan luapan perasaan. Untuk bisa mengekspresikan puisi kita harus mengkombinasikannya dengan suara dan kesempatan kali ini, saya akan sedikit mengulas pesan-pesan di dalam sebuah puisi berjudul Yang Fana Adalah Waktu karya seorang penyair kebanggaan Indonesia yang lahir pada tanggal 20 Maret 1940. Ya, Sapardi Djoko Damono atau yang sering disebut dengan singkatan SDD. Beliau merupakan seorang maestro sastra dengan banyak karya yang digemari semua kalangan. Pak Sapardi atau yang lebih akrab disapa Eyang Sapardi mendedikasikan kecintaannya pada sastra dengan mengajar di sejumlah tempat, termasuk Madiun, Solo, Universitas Diponegoro Semarang, Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Institut Kesenian Jakarta, dan sempat menjadi dekan dan guru besar. Namum pada bulan Juli 2020 lalu, Pak Sapardi menghembuskan napas terakhirnya pada usia 80 tahun. Kepergian penyair legendaris ini membawa kesedihan yang mendalam bagi para penikmat mengagumi karya-karya Pak Sapardi karena kekuatan majas dan diksi yang sederhana sekali. Karya-karya Pak Sapardi juga selalu menyihir benda mati menjadi hidup, bagi saya ini merupakan ciri khasnya. Dari banyaknya karya yang beliau ciptakan, puisi Yang Fana Adalah Waktu merupakan salah satu karya beliau yang paling menarik perhatian saya. Sebuah puisi dengan makna berupa kritik untuk fana adalah waktu. Kita abadimemungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” kali pertama membacanya, saya merasa tersindir sekaligus tersadarkan tentang satu hal. Di dunia ini tidak ada yang abadi. Pak Sapardi mengutarakan sindirannya dalam bentuk kata-kata yang sederhana dan elegan. Menurut saya, hal ini berkaitan dengan kalimat di dalam puisi tersebut, “Memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa”. Terdengar seperti pertanyaan, bukan?Kalimat pertama dalam puisi ini begitu kuat seperti pernyataan. Namun nyatanya, puisi ini mengingatkan kita bahwa manusia sering lupa akan kodratnya sebagai makhluk yang fana. Pak Sapardi sengaja membalik kenyataan di kehidupan asli bahwa manusia itu fana dan yang abadi adalah waktu. Saya rasa, Pak Sapardi ingin mengingatkan kita jika waktu terus bergerak maka manusia akan semakin tua dan tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Manusia akan dikalahkan oleh waktu. Dalam konsep agama, yang mewajibkan manusia untuk tidak mengejar hal-hal berbau duniawi sangat cocok melengkapi makna puisi ini. Kata fana di dalam puisi ini jelas menggambarkan yang diambil dalam puisi ini adalah waktu. Manusia seringkali merasa dirinya bisa menaklukan apa saja dan membuang waktunya demi sesuatu yang fana. Sampai ketika waktu menunjukkan keabadiannya, manusia baru tersadar akan kesombongannya dalam menggunakan waktu. Secara gamblang kita paham bahwa semua manusia kelak akan meninggal, sedangkan waktu terus berjalan. Untuk itu, selagi belum mencapai batas waktu kita, gunakan detik demi detik dengan bijak agar tidak mempertanyakan apa guna hidup setelah membaca puisi Yang Fana Adalah WaktuBagi kalian yang membaca serta menghayati puisi ini mungkin akan tersentuh dan termenung. Karena ini bukan hanya rangkaian kalimat pendek, melainkan sebuah pengingat dari manusia untuk manusia lainnya. Melalui puisi ini, saya jadi belajar merefleksi diri sendiri untuk mengingat kembali apakah saya sudah menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Pak Sapardi mampu menyampaikan pesan yang amat bijaksana dengan menggunakan sedikit pilihan kata, kemudian merangkainya secara singkat dan sederhana. Semoga pesan yang disampaikan Pak Sapardi lewat puisi ini selalu menjadi pengingat untuk kita, agar memanfaatkan waktu hidup sebaik mungkin dan tidak menjadi makhluk yang angkuh.
analisis puisi yang fana adalah waktu